BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya ini berjudul “Play
Setan”, merupakan sebuah karya yang penggarapannya berangkat dari kesenian Sirompak. Secara pemaknaan, judul “Play
Setan” dalam karya ini sangatlah
berkaitan dengan persoalan karya yang akan pengkarya hadirkan. Penciptaan
karya ini diawali berdasarkan pada pengamatan pengkarya tentang persolan
misteri di Indonesia yang pada umumnya banyak di “misteri plesetkan”. Sehubungan
disini, maka konsep penyajiannya adalah menghadirkan atau memasukan “kesan humor”. Hal ini pengkarya mengasumsikan
sebagai gambaran perkembangan pola pikir manusia dalam menghilangkan image rasa takut terhadap persoalan yang
mengandung unsur magis. Pemikiran itu tersimpul dari pemaknaan judul dari karya
ini sendiri nsntinya, yaitu sebuah komposisi musik yang memakai kesenian
sirompak (wacana tradisi) yang diimajinasikan pada persoalan humor.
Di Minangkabau, sirompak merupakan salah satu kesenian yang pada mulanya mengandung
unsur magis, sebagaimana magis yang dimaksud oleh Claude
Levi-Strauss sehingga kesenian tersebut dinamakan dengan sebutan sebuah
aktivitas basirompak. Kesenian
ini merupakan seni tradisi budaya dalam masyarakat Nagari Taeh Baruah dan Taeh
Bukik di Kecamatan Payakumbuh. Sirompak berasal dari kata rompak, yang
berarti dobrak, rampok, rampas, atau mengambil secara paksa batin sesorang. hal
ini dilakukan oleh seorang pawang (tukang
sirompak) yang dibantu oleh seorang peniup saluang sirompak dan seorang tukang
soga. Pawang bertugas mendendangkan mantra-mantra dan memainkan sebuah
gasing (gasiang tangkurak) yang salah
satu bagiannya dibuat dari potongan tengkorak manusia, sementara itu tukang soga merupakan orang yang mengekspresikan
atau “menvisualisasikan” dampak dari magis sirompak.
Dalam masyarakat penganut kepercayaan
animisme dan spiritisme, tindakan magis dapat membantu seorang pemuda
mendapatkan seorang gadis. Bersamaan hal itu tidak dapat dipungkiri, bahwa basirompak sebagai aktivitas magis pada
akhirnya kurang disukai oleh sebagian masyarakatnya disebabkan oleh fungsi dan
akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas tersebut.
Namun dari
segi perkembangannya, pertunjukan sirompak yang sekali waktu telah berkembang
dalam bentuk seni pertunjukan yang berorientasi hiburan (sebuah transformasi),
tentu saja bentuk penyajian dan syair-syairnya disesuaikan dengan situasi dan
kebutuhan sekarang. Misalnya ialah syair atau pantun yang didendangkan lebih
banyak berisikan nasihat dalam menjalankan kehidupan atau merupakan sebuah
perenungan terhadap nasip yang sedang dijalani. Sementara itu misalnya dalam pertunjukan randai kesenian minangkabau, penyajian teks
dendang sirompak disesuaikan dengan cerita yang dibawakan dalam randai tersebut.
Perubahan dari aktivitas ritual magis
basirompak menjadi sebuah seni
pertunjukan, pada dasarnya dapat dianggap sebagai variasi dalam peniruan norma
budaya baru dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Pengetahuan atau
sistem nilai yang berkembang di lingkungannya sangat berpengaruh pada tingkah
laku dan pola berpikir anggota baru masyarakat tersebut. Dalam hal ini, ada
suatu penilaian tersendiri bagi penata bahwasanya, apabila suatu kesenian yang
berdampak “merugi” dan berkembang dahulunya dalam berbagai bentuk perkembangan apapun, secara logikanya akan
dinilai bisa mengakibatkan kesenian tersebut hilang atau tidak bertahan sama
sekali. Sejajar dengan hal itu, ada teori perubahan yang mengungkapkan bahwa:
“Perubahan
sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya
dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya ini akibat dari gejala umum
yang terjadi sepanjang masa serta dalam setiap masyarakat. Perubahan itu
terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin
mengadakan perubahan. Dalam hal ini juga dikatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya
juga merupakan penyebab dari perubahan”.
Melihat persoalan transformasi yang
terjadi pada kesenian di atas, menjadikan sebuah inspirasi bagi pengkarya yang
nantinya akan dituangkan dalam bentuk sebuah karya seni. Dalam hal ini, penata
melihat sebuah persoalan kesenian yang berlatar belakang “merugikan sesorang“.
Apabila ia mengalami transformasi ke seni pertunjukan hiburan yang “humoris”
menjadi tanda tanya tersendiri bagi penata, apakah kesenian tersebut dapat diterima
secara utuh kehadirannya? Komposisi ini mencoba untuk menghadirkan sebuah
gambaran dari aktivitas ritual magis menjadi agak terkesan “humor”.
Alasannya adalah, di samping dengan tujuan membuat sebuah karya “baru“ yang
inovatif, pengkarya juga mencoba untuk menghadirkan suatu image berbeda dari konsep penyajian tradisinya pada masa lalu.
Sepanjang sejarah dan
perkembangannya, konsep humor telah digunakan sebagai bentuk hiburan di seluruh
dunia. Di Indonesia juga secara informal, humor juga sudah menjadi bagian dari
kesenian rakyat, seperti; ludruk,
ketoprak, lenong, wayang kulit, wayang golek, dan sebagainya. Unsur humor
di dalam kelompok kesenian menjadi unsur penunjang, bahkan menjadi unsur
penentu daya tarik, humor yang dalam istilah lainnya sering disebut dengan lawakkan, gurauan banyolan, dagelan dan
sebagainya merupakan suatu upaya mencari suatu “simpatik” penonton yang bisa
mensugesti penonton untuk terhibur.
Sejajar dengan persoalan tersebut, dalam
hal ini pengkarya memandang apabila konsep humor dalam penyajian sebuah karya seni
komposisi musik yang berorientasi kepada sebuah bentuk seni pertunjukan hiburan
yang kaya akan konsep gurauan juga
bagian dari bentuk pencapaian hasil bagi pengkarya dalam hal “mengubar” suatu image rasa takut terhadap kesenian sirompak pada ritus terdahulunya, hal
tersebut dapat pula pengkarya asumsikan, apabila hal tersebut dapat terkompos
dengan baik secara orkestrasi bunyi dalam ketentuan pengarapan karya seni
pengkarya menilai merupakan bagian dari sebuah komposisi musik, penerimaannya
tergantung pada demografi sosial dan cara pemahaman orang ke orang lain.
Ada pendapat mengatakan bahwa; dunia
lawak di Indonesia boleh dikatakan berdiri otonom dan tidak dipengaruhi oleh
unsur impor serta bisa dikatakan “lawakkan” merupakan sebuah perkembangan arus utama
budaya lokal yang telah berkembang lama di Indonesia. Terkait hal tersebut unsur
humor di dalam suatu kelompok kesenian bisa menjadi sebagai upaya dalam unsur
penunjang penikmat seni, bahkan menjadi unsur penentu daya tarik.
Dari pemahaman humor tersebut, muncul
suatu keinginan pengkarya untuk mengangkat kesenian sirompak menjadi sebuah bentuk karya komposisi musik “baru” yang inovatif.
Dalam hal ini penata memakai wacana dengan mengembangkan sebuah kandungan
materi musikal yang ada pada kesenian sirompak itu sendiri untuk
melahirkan kesan yang khas, sehingga
menjadi daya tarik tersendiri “kesan humor”. Konsep magis selalu ditempati dalam wilayah ketradisiaanya kemudian
pengembangannya akan penata transformasikan kedalam bentuk “misteri plesetan” (menggabungkan konsep
magis dengan konsep humor). Hal itulah yang akan penata coba hadirkan dengan
memakai pendekatan re-interpretasi tradisi
yang terbentuk dalam sebuah kemasan komposisi musik yang nantinya telah tersusun
secara orkestrasi,illutrasi bunyi dan teaterikal.
Untuk mendukung terlaksananya komposisi
ini, penata juga menghadirkan sebuah pengembangan materi musikal kesenian
sirompak tersebut, yakni dilihat dari ketertarikan penata terhadap materi
musikal seperti melodi dan dendang
sirompak yang memiliki karakter dinamik yaitu cenderung cepat menaik dan
menurun. Melihat karakter musikal yang dimiliki kesenian tersebut merupakan
peluang bagi pengkarya untuk mendukung konsep humor yang ingin dihadirkan.
Contoh gerak melodi saluang sirompak yang dengan cepat
menaik:
Contoh gerak melodi saluang sirompak yang dengan cepat
menurun:
Karakter melodi di atas merupakan bahan
bagi pengkarya untuk mengembangkannya kedalam bentuk sebuah bangunan musik
dengan pertimbangan teknis penggarapan sebuah komposisi musik tentunya.
Demikian
latar belakang karya komposisi musik ini yang mana berangkat dari fenomena musikal
aktivitas ritual magis kesenian sirompak. Hal ini juga sebagai penambah
pemikiran penata dalam mengupayakan “penawaran baru” tentang persolan magis
yang sifatnya merugikan dan sulit diterima oleh masyarakat pendukung kesenian
tersebut, kembali mendapatkan eksistensinya
semata hanya dalam “konteks hiburan”.
B. Rumusan Penciptaan
·
Bagaimana menghadirkan sebuah bentuk komposisi musik
dengan sungguhan gurauan, lelucon, atau guyonan yang hendaknya dapat
menghilangkan suatu image atas perasaan takut seseorang akan mitos yang
ada kaitannya dengan fenomena gaib.
·
Bagaimana mengkomposisikan aktivitas ritual magis
dengan pertunjukan hiburan (konsep humor) menyatu dalam sebuah garapan
komposisi musik “baru” yang inovatif”.
·
Bagaimana bentuk instrumentasi yang digunakan dalam
menghadirkan komposisi yang berjudul “Play Setan”.
C. Tujuan dan Kontribusi Penciptaan
Dari pengamatan penata
terhadap kesenian sirompak dalam persoalan transformasi (sebuah teori
perubahan), muncul
sebuah pertanyaan, apakah sebuah kesenian dengan latar belakang magis
berkembang dalam konteks hiburan bisa diterima secara utuh kembali khususnya dimasyarkat
tempat tumbuh dan berkembangnya kesenian tersebut. Berdasarkan persoalan
tersebut timbul suatu tujuan bagi penata untuk menciptakan
karya ini:
·
Yakni
mentransformasikan kesenian sirompak agar sama-sama berkembang
dalam bentuk apapun dan diminati.
·
Pengkarya ingin mengemas serta
menghadirkan kesenian sirompak tersebut dalam bentuk sebuah komposisi musik
yang lebih “berkesan humoris”. dan dapat menjangkau selera masyarakat umum.
Adapun berbagai kontribusi secara ke ilmuan dari karya ini
adalah:
- Menjadikan
kesenian sirompak tersebut tetap “eksis” khususnya didaerah daerah pendukung dari kesenian itu
sendiri, serta dapat menjadi sumber yang memperkaya budaya musik baru di Indonesia.
- Menambah
koleksi karya karya di lembaga perguruan tinggi seni dengan wancana
kesenian tradisi yang ada.
D.Keaslian Karya
Beberapa
perbandingan tentang keaslian serta kebaruan karya seni yang telah ada dan
diresensikan diantaranya dapat dilihat
dari karya yang pernah diciptakan terdahulu di ISI Padangpanjang, antara lain
seperti :
- Indra
Jaya dalam karyanya yang berjudul, “Marompak”(2007). Karya ini membahas
tentang Basirompak, kesenian yang berhubungan dengan kegiatan ritual
perdukunan atau magic song. Saluang Tigo Jinih, judul pementasan tersebut
(Dari Event Festival Seni Surabaya yang digelar dari tanggal 1-15 Juni
2007), membawa dua muatan berbeda. Indra Jaya menggabungkan musik etnik
khas Minang dengan etno musik modern dan dibantu seperangkat computer. Indra
memainkan Saluang Sarompak, jenis Saluang yang berasal dari Payakumbuh.
Komposisi berjudul Marompak bernuansa kelam dan misterius. Berbagai bunyi
seram dipadu suara Saluang Sirompak dan petikan bass, menjadikan komposisi
ini seperti pengantar sebuah sihir, diwarnai dendang berlirik magic.
- Agung
Pratama dalam karyanya yang berjudul, “Sirompak Bawah Tanah”(2008). Karya
ini menggarap tentang kesenian sirompak dengan pendekatan World Musik dengan media materi
musical yang ada pada kesenian sirompak tersebut. Salah satu hal yang
menonjol dari pengamatan penata tentang karya tersebut, si penata lebih
menekan penggarapan pada salah satu genre musik pop yaitu musik bawah tanah atau dengan
istilah musik underground. Melihat
persoalan tersebut, saya menilai akan berbeda konsep penggarapan serta
teruji keaslian karya yang akan saya hadirkan nantinya.
- M.
Syahrizal dalam karyanya yang berjudul, “Dendang Sirompak”(2009). Secara
analisis penata terhadap Karya ini menilai bahwa karya tersebut lebih
cenderung mengembangkan materi musikal yang ada pada kesenian sirompak
tersebut kedalam pendekatan World Music yang mana dalam hal ini menghadirkan
nuansa sirompak dalam jazz
berkarakter sinkopasi serta mengembangkan
materi musikal sirompak tersebut kedalam teknik sebuah pengembangan progress corrd yang dikemas dalam bentuk orkestrasi.
Menganalisis dari beberapa
pengamatan penata tentang karya karya mahasiswa terdahulu yang berangkat dari kesenian
sirompak, belum ada menggarap dengan sumber dari latar belakang persoalan permainan
dinamik serta memasukkan kesan humor “memplesetkan konsep musikal yang ada pada
kesenian itu sendiri untuk dijadikan sebuah karya komposisi musik. Serta
belum ada yang membahas tentang persoalan transformasi yang ke-karya seni
kaitannya. Di sini sangat jelas sekali bahwa karya yang akan dibuat memiliki
unsur keaslian.
BAB II
KONSEP
PENCIPTAAN
A.
Gagasan
Penciptaan
Lahirnya
karya ini terinpirasi dari sebuah penilaian dan pemahaman pengkarya terhadap
eksistensi kesenian sirompak yang mengalami sebuah transformasi. Dalam hal ini,
persoalan magis yang berkembang kedalam sebuah bentuk seni pertunjukan dalam
konteks “hiburan” menjadi dasar pijakan dalam mewujudkan karya ini nantinya. Disini
Pengkarya mencoba menghadirkan sebuah konsep misteri yang diplesetkan (konsep
humor) dengan tujuan agar kesenian sirompak dalam eksistensinya sekarang, dapat
diterima kembali secara utuh dari keberadaanya semata hanya dalam “konteks
hiburan”.
Sebuah
penawaran baru dari pemahaman pengkarya terhadap latarbelakang hadirnya
kesenian sirompak, ialah sehubung dengan konteks aktivitas ritualnya untuk
merampok batin seseorang secara paksa. Hal ini menjadi sesuatu yang menarik dan unik untuk diangkat ke dalam sebuah
pertunjukan karya komposisi musik. Dalam hal ini, pengkarya mencoba mereinterpretasikan
sebuah aktivitas ritual magis ke sebuah seni pertunjukan “hiburan” dengan upaya
memplesetkan aktivitas ritual tersebut sehingga terkesan humor. Penawaran baru
tersebut bertujuan agar kesenian tersebut tetap eksis di tengah masyarakat
pendukung kesenian tersebut khususnya yangsemata hanya dalam konteks hiburan,
bukan konteks sebagaimana terdahulunya (magis).
Permasalahan
ini kemudian berujung kepada persoalan melihat keunikan pada karakter melodi serta dendang sirompak yang
cenderung cepat menaik dan cenderung pula cepat menurun. Sehingga mendorong keinginan
pengkarya untuk membuat sebuah karya komposisi musik yang menitik beratkan
penggarapan pada persoalan dinamika melodi yang ada pada materi musikal
repertoar dendang tersebut kearah yang telah “diplesetkan” dengan tetap mekakai
dasar pijakan wacana ketradisiannya.
Dalam hal ini tema
percintaan juga di hadirkan dan “divisualisasikan” dengan konsep teaterikal
guna menguatkan konsep aktivitas ritual sirompak itu sendiri yang dinilai pengkarya
sebagai latar belakang penyebab hadirnya fenomena aktivitas ritual sirompak itu
sendiri ditengah masyarakat pendukungnya. Dalam hal ini juga merupakan suatu
peluang bagi penata untuk menguatkan konsep utama dari karya ini yakni “play
setan”, memplesetkan sebuah aktivitas ritual magis yang erat kaitannya dengan
persoalan magis kedalam bentuk sebuah bangunan komposisi musik yang lebih
mengarah kekonsep seni pertunjukan “hiburan”.
B.
Kajian
Sumber Penciptaan
Sebelum karya ini lahir, pengkarya akukan pengkajian dari beberapa
sumber terutama tulisan tulisan laporan karya, tulisan ilmiah tentang sirompak, video dokumentasi karya
yang berhubungan dengan kesenian sirompak serta dari buku yang terkait dengan
ide dan konsep garapan yang akan pengkarya hadirkan nantinya, diantaranya:
1. Zainal
Warhat,Skripsi(1993) dengan judul “lagu sirompak pada masyarakat Kenagarian
taeh baruah kecamatan payakumbuah Sumatra
barat; suatu kasus Studi musik dan geseran Konteks Sosio-Budaya”.
Medeskripsikan Aspek-aspek sosio-budaya yang meliputi tata cara, syarat-syarat,
waktu dan tempat pelaksanaan acara sirompak, baik yang berkaitan dengan upacara
sijundai atau yang berkaitan dengan acara hiburan: deskripsi terhadap aspek
tekstual yang terdapat dalam sajian sirompak; serta deskripsi musikologis yang
meliputi organisasi melodis, bentuk dan kontur lagu.
- Slamet
widodo dalam bukunya yang berjudul “proses-proses perubahan social”.
perubahan stratifikasi dan struktur social.
3. Marzam
dalam bukunya yang berjudul ”Basirompak sebuah Transformasi Aktivitas ritual
Magis Menuju Seni Pertunjukan”2002.
4. Morris,
Brian, Antropologi Agama dan
kepercayaan, Yogyakarta: Haikhi
Grafika. 2007.
5. Filsafat
Seni yang ditulis Jakob Sumardjo. Penata mengambil referensi tentang teknik
pembuatan karya dan penjelasan tentang hal yang membentuk sebuah karya seni dan
teknik dalam karya.
- Kumpulan
beberapa buah kaset tape dan
vcd, yang di dalamnya banyak memuat tentang Sirompak.
C.
Landasan
Konseptual Penciptaan
Untuk mengaktualisasikan ide
dan gagasan karya ini pengkarya menitik beratkan pada penggarapan materi
musikal dari kesenian sirompak tersebut yakni melodi saluang dan dendang
sirompak tersebut (mantra mantra) yang memiliki karakter dinamik yang cenderung
cepat menaik dan cepat menurun serta aktivitas ritual sirompak itu sendiri yang
mana pengkarya mencoba untuk “menplaysetan” dari konteks ketradisiaannya
terdahulu.
Pendekatan garap pada karya ini adalah pendekatan
re-interpretasi tradisi dengan mengembangkan materi musikal serta aktivitas
ritual kesenian sirompak tersebut ke dalam bentuk garapan komposisi musik serta
menghadirkan unsur lelucon atau guyonan (kesan humor) dengan tema percintaan kedalam
bentuk sebuah drama musikal yang lebih mengarah ke konsep teaterikal dengan
pertimbangan ilutrasi bunyi dan komposisi musik (bangunan musik)nya.
Secara materi, oleh pengkarya nantinya ke dalam karya
tersebut berupaya mencapai suatu tujuan dan kontribusi serta lebih variatif
(penawaran baru). Karya ini lebih bertujuan ingin menghilangkan suatu image rasa takut terhadap eksistensi
kesenian sirompak itu sendiri dalam perkembangan kekiniannya, serta tetap
memakai beberapa pertimbangan dan prinsip dari cara penggarapan sebuah
komposisi musik, seperti: penggarapan melodi, dinamik, pitch, timbre/tone
collor, dan instrumentasi.
Sebagai media untuk mewujudkan komnposisi musik yang
bertemakan misteri yang diplesetkan, pengkarya juga memakai instrumentasi yang bisa
mendukung konsep karya ini, diantaranya; gendang tifa, hasapi, gitar kulele,
kulinter,contra bass, berimbau, tamborin, serta alat perkusi dan melodi lainnya.
D. Metode Penciptaan
Sebelum
masuk pada proses kerja karya seni, pengkarya melakukan beberapa tahapan metoda
agar dapat mencapai target yang diinginkan dalam membuat karya seni itu sendiri
nantinya. Adapun tahapan kerja dalam proses karya seni yang dilakukan adalah:
Pengamatan
Langkah awal yang
dikerjakan sebelum melakukan proses
karya ini, adalah dengan survey dan pengamatan serta pemahaman terhadap persoalan magis dan humor. Hal ini dilakukan
sejauh mana pengkarya dapat memahami persoalan magis dan humor. Upaya itu
dilakukan dengan cara pengkopian data-data tuisan, kaset dan CD yang berhubungan
dengan musik ritual magis nusantara yang lebih mengarah ke perkembangan/transformasi
ke seni pertunjukan hiburan. Setelah pengkarya dapat memahami dan melakukan
pertimbangan terhadap hasil survey yang dilakukan, pengkarya mencoba
mendiskusikannya dengan pembimbing tulisan, teknis dan para pendukung karya
agar dapat memahami konsep pengkarya
serta dapat membantu proses pembuatan
karya komposisi ini nantinya.
Penuangan dan Eksplorasi (Elaborasi)
Setelah pengkarya
mendapatkan semua data yang diperlukan dalam proses kerja karya ini, kemudian
melakukan latihan dengan memberikan materi-materi karya komposisi kepada para
pemusik berupa batang-batang karya. Akan
tetapi sebelum memberikan materi kepada pendukung, pengkarya juga mencoba
membuat transkrip karya dalam bentuk kerja Fruityloop
8, untuk lebih dapat membantu kerja elaborasi. Kemudian dilanjutkan pada
latihan-latihan rutin berdasarkan jadwal yang akan disepakati bersama pendukung
karya, sehingga karya komposisi nantinya menjadi satu kesatuan yang utuh.
Setiap menjalani proses latihan ini, kadang terjadi
beberapa perubahan dikarenakan timbulnya inspirasi-inspirasi baru. Setiap
latihan, penata merekam materi-materi yang sifatnya masih sementara, agar bisa
direvisi ulang dan dikembangkan, bahkan selama proses karya berjalan tentunya
ada juga masukan dan saran yang diberikan oleh dosen pembimbing, seperti:
memotong bagian-bagian karya yang dianggap tidak perlu serta menambah
variasi-variasi agar lebih variatif.
Pembentukan (Sintensis)
Dari beberapa proses
kerja yang telah dianggap terselesaikan,
maka dilakukan tahap penyempurnaan seluruh bagian garapan sebelum finishing, seperti menukar tempat,
memperbaiki penyambungan yang rasanya
kurang tepat hingga menjadi susunan yang lebih baik.
Untuk melakukan proses
finishing, ada bagian yang akan dihilangkan atau diperhalus tiap-tiap bagiannya
agar keutuhan karya komposisi ini tercapai. Pada tahap ini adalah tahap akhir
sebelum ditampilkanya karya ini nantinya, Serta aspek-aspek yang bersifat non
musikal, seperti: setting, penempatan instrumen dan pemain, dan penggunaan
sound system juga menjadi pertimbangan penting.
Realisasi
Karya komposisi “play
setan” digarap dengan pertimbangan yang telah dipikirkan secara matang oleh
pengkarya. Dari pertimbangan ini pengkarya mengharapkan komposisi ini mendekati
kesempurnaan dan menjadi kepuasan batin tersendiri bagi penata. Pertimbangan
yang dimaksud di antaranya berupa transisi-transisi komposisi, yakni bagaimana
pengkarya mensiasati jembatan atau penyambungan antara satu bagian ke bagian
yang lain dari komposisi ini. Suatu pertimbangan lain adalah dinamika komposisi
serta pertimbangan untuk menghadirkan konsep teaterikal yang berbentuk konsep
humoris dengan tepat sasaran. Pengkarya juga akan memperhatikan grafik perjalanan
komposisi, terkait di dalamnya adalah cepat atau lambatnya (tempo) perbagian
komposisi serta konsep humor yang telah terkonsep secara dramatikal dan menyatu
dalam tema komposisi tersebut hendaknya.
BAB
III
DESKRIPSI
SAJIAN
Komposisi “Play Setan”
ini terdiri dari tiga bagian. Ketiga
bagian ini saling berhubungan dan saling mendukung (satu kesatuan yang utuh)
melalui transisi dan penyambungan yang digunakan.
Bagian
1,
Suasana magis sirompak sebagai teknik muncul diawali dengan bunyi droone secara bergantian oleh masing
masing instrument yang bersifat melodis diantaranya, contra bass, rabab darek,
sarunai dan diakhiri dengan pemunculan melodi saluang sirompak secara utuh,
sehingga kesan yang hadir pada bagian awal ini kesan yang dihadikan agak
terkesan suasana mistik dengan tangga
nada minornya.
Setelah beberapa siklus
melodi dari sirompak tersebut pengkarya menghadirkan sebuah penyambungan dengan
menghadirkan sebuah watak atau sosok pengkarya dengan upaya membuyarkan sebuah image “rasa takut”. Dibagian ini
pengkarya juga memunculkan bermacam macam teknik muncul dari para pendukung
guna menguatkan konsep humor yang ingin penata hadirkan pada bagian awalnya.
Padasetiap bagian
bagian penggarap mencoba memberikan peluang peluang garap berupa konsep konsep
humor di setiap transisi transisi ke tiap tiap bagian karya
Bagian
2, diawali
dengan permainan tempo vokal yang semakin menaik dan ditutup dengan bunyi
simbal. setelah itu dilanjutkan dengan menghadirkan materi musical sirompak secara
tradisinya kembali dalam bentuk pengembangan materi melodi sirompak yang diisi
dengan rhytem dari seluruh instrument
dengan teknik muncul bersama yang berbeda beda dan memakai tonika tangga nada minor dari tangga
nada saluang sirompak tersebut. Dalam hal ini bentu melodi sirompak yang
dihadirkan:

Dalam hal ini rhytem yang
dihadirkan agak sedikin terkesan bergoyang karna memakai matrik 4/4 yang
sedikit terkesan berpolakan dangdut dengan isian rhytem dari sweluruh
instrument. Setelah saluang sirompak memainkan melodinya secara pengembangan, diakhiri
dengan dron dari instrument string yang kemudian diisi kembali dengan melodi
sirompak secara utuh pada bagian ini kembali terkesan mistik karna suasana
namun secara pengembangan selanjutnya, penata kemudian memasukan karakter vokal
penata sendiri denagan membawakan repertoar dendang sirompak itu sendiri dengan
iringan vokal dari masing masing pemain
dalam hal ini kesan yang
dihadirkan sedikit lari dari penyajian ketradisiannya karnena ada pengembangan
warna bunyi vokal penata. Setelah bebertapa kali siklus pengulangan melodi
vokal hingga mencapai tonika dinamik bawah nada sirompak.

Setelah mencapai dinamik
bawah pada karakter musikal dari sirompak itu sendiri disambung dengan
menghadirkan vokal unisono yang berupa desahan sebanyak tiga kali dan
dilanjutkan dengan mantra mantra sirompak yang telah sedikit diplesetkan dengan
isian dialog dari penata dan vokal wanita yang membahas tentang masalah
percintaan. Setelah berakhir konflik tersebut dengan iringan vokal dari seluruh
pemain dengan uniasono, dilanjutkan dengan pengembangan mantra mantra sirompak
yang dihadirkan dengan style musik R n B Setelah tergabung secara orkestrasi dengan
dinamik semakin menaik ditutup dengan vokal dari pemain yang tidak teratur sebanyak
satu kali pengulangan yang terkesan delay. Selanjutnya penata memasukan kembali
pengembangan melodi serta dendang sirompak sirompak dalam matrik ¾ dan 6/8 agar
terlihat perkembangan dari ketradisiannya. Setelah bebepapa siklus melodi dendang
sirompak diakhiri dengan permainan unisono dari para pendukung. Selanjutnya dilanjutkan
dengan dendang mantra deri vokal wanita dan pengembangannya dilanjutkan kembali
dengan menghadirkan suara penata dengan tema vokal yang menyampaikan tentang seorang
laki laki di minangkabau jangan pernah dikucilkan “diremehkan”. Dalam hal ini
penyampaiaannya disampaikan dengan lagu lagu yang sedang populer saat ini “irama keong racun” dengan tujuan lebih
bisa dimaknai secara umum maksudnya. Dalam hal ini banyak terjadi sebuah
plesetan kata kata atau kalimat dari dendang atau mantra mantra sirompak
tersebut yang terkesan humor namun masih memegang konsep ritual magisnya dengan
mempertahankan tonika nada nada minor dari sirompak itu sendiri.
Selanjutnya penghubung
pada bagian dua ke bagian tiga diawali dari pengembangan materi ¾ dan 6/8
tersebut dengan dinamika yang semakin menaik dan diakhiri dengan permainan solo
dari instrumen perkusi yang dimainkan penata dengan tempo dan dinamik yang
cepat pula. Dalam hal ini menggabarkan sebuah ungkapan penata terhadap
keemosiaannya untuk berkeinginan buruk dengan mempertahankan konsep dasar karya
ini yakni “plesetan”. Setelah mencapai klimaksnya permainan solo tersebut
diakhiri dengan fill dari instrument perkusi yang masih dengan tempo cepat
selanjutnya penata menghadirkan sebuah pengembangan materi sirompak ke style
musik keroncong sebanyak beberapa kali siklus melodi dari instrument sarunai.
Bagian
3
menggabarkan suasana proses dari mengguna gunakan oleh tukang sirompak, dalam
hal ini dengan menghadirkan rhytem dari seluruh instrumen atau mantra dari juga lebih memfokuskan pada pengembangan permainan dinamik dan divisualisasikan
melalui gerak. Permainan ini diperankan oleh semua pendukung karya, pada bagian
ini memberikan kesan yang sedikit menegangkan, serta bercampur dengan konsep dari nuansa mistreri yang telah
deplesetkan dengan menggabungkan Permainan tempo yang semakin menaik, serta
masih mengahadirkan teatherikal dengan
pengembangan aktivitas ritual sirompak, Tujuan
penata menghadirkan mengalami perubahan dan pengembangan motif, selanjutnya
tempo pada akhir bagian ketiga ini sedikit naik.
Pada bagian ketiga dalam
komposisi ini juga lebih mengarahkan kepada bentuk permainan gerak yang orkestrasi telah ditata
oleh penata dalam bentuk gerak gerak yang diinterpretasikan melalui fenomena
aktivitas ritual sirompak tersebut, pada bagian ini bentuk garapan yang
dihadirkan agak menaik hingga akhir dengan memadukan antara dendang sirompak
dengan karakter tarian kecak dan tarian
aceh dengan visualisasi orang yang bergerak sebagai tukang soga. Kesan yang dihadirkan dalam akhir bagian tiga ini penata
mencoba meninterpretasikan sebuah klimaks dari aktivitas ritual sirompak itu
sendiri yang mana masih memegang konsep humor (misteri yang diplesetkan.
BAB
IV
KONSEP PERTUNJUKAN
A.
Panitia Pelaksana
1.
Pimpinan Produksi :
HMJ Karawitan
2.
Stage Manager :
Tonny Riyadi
3.
Komposer :
Ridzki
4.
Pendukung Karya :
Auzi Madona Adoma : Berimbau 1
Ari :
Berimbau 2
Hendri
Koto :Gendang
ketipung
Hamdan
towil :
Sarunai
Riska
Gumilang :
Gendang Kulinter
Rio
Eka Putra :
Gitar Kulele
Wawan
:
Contra Bass
Zulfadli
:
Saluang Sirompak
Elson :
Hasapi
Toni :
Rabab Darek
Melly :
Vokal, Marakas
Shofwan
:
Vokal, Tamborin
5. Sound Enginer :
Jhori Adela, S.Sn
6. Lighting :
Agib
7. Artistik Panggung Dan Kostum : Jerry
8. Dokumentasi :
Abrar
9.Kosumsi :
Siti Ainsyah
10. Penata Rias :
Dila dan Mona
B.
Deskripsi Lokasi Dan
pentas
Bagi penata, gedung
pertunjukan Hoerijah Adam yang terdapat di lembaga Institut Seni Indonesia
Padangpanjang merupakan sebagai tempat yang ideal bagi penggarap dalam
menanpilakan karya komposisi ini. Selain fasilitas yang memadai, gedung
tersebut juga mendukung akustik bunyi serta artistik panggung yang ingin penata
hadirkan atau sajikan nantinya.
Panggung yang digunakan
dalam mempertunjukan komposisi musik ini yaitu; panggung proscenium kosong yang
kemudian di set menjadi sebuah pentas yang berisikan alat musik, properti serta
artisitik pendukung. Selama pertunjukan berlangsung, panggung juga diperkuat
dengan dukungan setting lampu dari berbagai jenis lampu seperti follow aspot dan ligh solution yang disesuaikan dengan warna perjalanan dinamika
komposisi musik yang dihadirkan.
Berikut denah panggung
dan penataannya
Gendang, Kucapi dan Simbal Guitar Electrik


Gendang Kelinter Vokal, Marakas
Gendang Tifa Hasapi

Vokal, Tamborin
Saluang Sirompak

Countra Bass
Rabab Darek
Berimbau 1 dan 2 Sarunai
C.
Durasi karya
Komposisi musik ini
berlangsung selama 25 menit dari awal terbuka layar hingga tertutup layar dari panggung proscenium tersebut.
D.
Susunan Acara
1. Kata sambutan dan Ucapan
selamat datang dari Master Cerremonial (MC).
2. Pertunjukan komposisi musik
“Jazzy Taku” karya Andy Frery Ade
Andika.
3. Pertunjukan komposisi
musik “Tiuplah Api Berderai” karya Ramdanus.
4. Pertunjukan komposisi
musik “Sentak Irama Kemenangan” karya Remmy Juliant Fernandes.
5. Pertunjukan komposisi
musik “Play Setan” karya Ridzki.
6. Penutup dan ucapan terima
kasih dari Master Ceremonial (MC)
E.
Jadwal Pelaksanaan
Gedung pertunjukan
Hoerijah Adam Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang. Selasa, 30 Desember
2010. jam 20.00 WIB sampai dengan jam 23.00 WIB.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
sebuah imajinasi penata terhadap persolan yang penata angkat kesebuah karya
seni yakni, fenomena aktivitas sirompak yang tidak selalu memilki tempat yang
layak untuk para masyarakat pendukungnya, merupakan sebuah pola pikir bagi
penata sendiri yang hendaknya dapat bermanfaat sebagai para kalangan seniman
yang ingin hanya sebatas untuk memperkaya khasanah musik nusantara agar tetap
berkembang dalam wilayah yang mentradisi.
B. Saran
Karya komposisi ini sebagai jalan
bagi penggarap untuk menyampaikan apa yang sedangterjadi ditengah masyarakat,
terkusus terhadap persoalan sebuah transformasi sebuah kesenian yang berubah
secara konteks ketradisiannya.
Sebagai penutup dari penulisan ini
adapun saran dalam mencapai suatu
kesempurnaan bagi pengarap untuk kedepan, hendaknya kesenian yang mengalami
sebuah transformasi khususnya kesenian sirompak tetap sama sema memilki nilai
eksistensi yang bisa lebih mengarah kita sebagai seniman yang intelktual untuk
mempertahanka kandungan nilai nilai ke arah hal hal yang lebih positif.
DAFTAR RUJUKAN
Zainal
Warhat,Skripsi,1993. “lagu sirompak pada masyarakat Kenagarian taeh baruah
kecamatan payakumbuah Sumatra barat; suatu kasus Studi musik dan geseran
Konteks Sosio-Budaya”. (Medeskripsikan Aspek-aspek sosio-budaya)
Sumber
internet
Diakses
09 febuari2009
Informasi
tentang kesenian sirompak yang
mengalami sebuah transformasi.
DAFTAR NARA SUMBER
1. Nama :
Indra jaya
Umur
: 28 Tahun
Pekerjaan :Teknisi Studio Karawitan ISI Padangpanjang
Alamat : Guguak Malintang, Padangpanjang
DISKOGRAFI
1. VCD
Motadomus.
2.VCD
Marompak Karya Indra Jaya (Dokumentasi Pribadi)
3.Download
Youtube Video Sirompak
GLOSARIUM
A
Akustik :Bunyi yang
dihasilkan
B
Basirompak :Upaya
memaksa bathin seseorang dengan bantuan kekuatan gaib agar menuruti kemauan
seseorang.
E
Elaborasi :Penuangan
I
Image : Pandangan
atau objek.
R
Ritme :Irama
ketukan
BIODATA PENGKARYA
Nama :
Ridzki
Tempat dan
Tgl Lahir : 23 Januari 1988
Jabatan : Mahasiswa
jurusan Karawitan
Angkatan/BP : 2006
Riwayat
Pendidikan : SD Negeri 10 Padang
:
SMP Negeri 22 Padang
:
SMU Negeri 12 Padang
Karya
Seni : Komposisi
musik, ”Bintang Timur” dalam
pergelaran musik inovasi ajang kreativitas mahasiswa jurusan Karawitan di
gedung Auditorium Boestanoel Arifin Adam STSI Padangpanjang, 2010
Event
yang pernah diikuti :
·
Pemusik pada pergelaran karya musik inovasi, digedung
FBSS, Universitas Negeri Padang 2007.
·
Pemusik Pada Pertunjukan Karya Tari Inovasi, Koreog
Refni Atur Rahmi, Hari-Hariku, Taman Budaya Pekanbaru 2008.
·
Pemusik Pada Acara Pembukaan Pertemuan Taman Budaya Se-Indonesia,
Padang 2008.
·
Pemusik Pada Karya Tari “Puspa Mekar” A.A.Citrawati,S.Sn
Boestanoel Arifin Adam 2008.
·
Pemusik pada Festival Qasidah Rebana Tingkat Provinsi
Sumatra Barat, di Pesisir Selatan 2010.
·
Pemusik Pada Event Ulang Tahun Kota Binjai Sumatra
utara, Manajemen Seni Pertunjukan ISI Padangpanjang 2010.
Marzam
dalam bukunya “Sebuah Transformasi Aktivitas Ritual Magis Menuju Seni
Pertunjukan”, mengatakan bahwa “Basirompak” adalah upaya memaksa bathin
seseorang dengan bantuan kekuatan gaib agar menuruti kemauan seseorang.
(2002:9)
Sumber :
http://Aku Massa/.com update-sirompak diposting pada tanggal 9 febuari 2009.
Dalam
bahasa Sansekerta kuno drama, Bharata Muni’s Natya Shastra didefinisikan humor
(hāsyam) sebagai salah satu dari sembilan nava rasas, atau prinsip rasas
(respons emosional), yang mendapat inspirasi di antara penonton dengan bhavas,
yang imitasi emosi yang dilakukan para aktor. Setiap rasa dikaitkan dengan
bhavas tertentu digambarkan di atas panggung. Dalam kasus humor, itu
berhubungan dengan kegembiraan (hasya).